1. Keith Davis dalam Sutarto (1989)
Leadership is ability to persuade the others to seek defined objective enthusiastically. (kepemimpinan adalah kemampuan mengajak orang-orang lain untuk mencari tujuan tertentu dengan penuh semangat)
2. Kae.H.Chung & Leon C.Megginson dalam Sutarto (1989)
Leadership is the process of influencing other people for the purpose of achieving shared goals. (kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai mencapai tujuan bersama).
3. G.L. Freeman & E.K. Taylor dalam Sutarto (1989)
Leadership is the
ability to create group action toward an organizational objective with
maximum effectiveness and cooperation from each individual.
(kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompok untuk
mencapai tujuan organisasi dengan efektivitas maksimum dan kerjasama
dari tiap-tiap individu).
4. Dubin dalam Sutarto (1989)
Leadership is the exercise of authority and the making of decisions. (kepemimpinan adalah menggunakan wewenang dan membuat keputusan-keputusan)
5. Frankilm G. Moore dalam Sutarto (1989)
Leadership is the ability to make act the way the leader want. (kepemimpinan adalah kemampuan membuat orang-orang bertindak sesuai dengan keinginan pemimpin).
6. Reuter dalam Sutarto (1989)
Leadership is an
ability to persuade or direct men without use of the prestige or power
of formal office or external circumstance. (kepeminpinan adalah
suatu kemampuan untuk mengajak atau mengarahkan orang-orang tanpa
memakai kekuatan jabatan formal atau keadaan luar)
7. James M. Black dalam Sutarto (1989)
Leadership is capable persuading others to work together under directions as a team to accomplish certain designated objectives.
(kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain
supaya bekerjasama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai
tujuan tertentu).
8. George R. Terry dalam Sutarto (1989)
Leadership is the
relationship in which one person, or the leader, influences others to
work tigether willingly on relted tasks to attain tthat which the
leaders desires. (kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri
seorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama secara
sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan
pemimpin).
9. Harold Koontz & Cyrill O’Donnell dalam Sutarto (1989)
Leadership is the art of inducing subordinates to accomplish their assignment with zeal and confidence. (kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan semangat keyakinan).
10. Richard N.Osborn, James G. Hunt, dan Lawrence R. Jauch dalam Sutarto (1989)
Leadership – all ways in which one person exert influence over others. (kepemimpinan – semua cara yang disitu seseorang mempunyai pengaruh).
11. Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, dan Fred Massarik dalam Sutarto (1989)
Leadership as
interpersonal influence, exercised in situation and directed through the
communication process, toward the attainment for a spesific soal or
goals. (kepemimpinan sebagai aktivitas saling pengaruh antar
privadi, dilatih dalam situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi
untuk mencapai tujuan atau tujuan-tujuan khusus).
12. John D.Pfiffner & Robert Presthus dalam Sutarto (1989)
Leadership is the art of coordinating and motivating individuals and groups to achieve desired ends.
(kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memotivasi
individu-individu serta kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang
diinginkan).
Dari berbagai definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa
kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar
bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Cara
pemimpin mempengaruhi bawahan dapat bermacam-macam antara lain
memberikan gambaran masa depan yang lebih baik, memberikan perintahm
memberikan imbalan, melimpahkan wewenang, mempercayai bawahan,
memberiakn penghargaan, memberi kedudukan, memberikan tugas, memberikan
tanggung jawab, memberikan kesempatan mewakili, mengajak, meminta saran /
pendapat / pertimbangan, memberi kesempatan berperan, memnerikan
motivasi, membela, mendidik, membimbing, mempelopori, memberikan
petunjuk, menegakkan disiplin, memberikan teladan, memberikan arah,
memberikan keyakinan, mendorong kemajuan, menciptakan perubahan,
memberikan ancaman, memberikkan hukuman, dan lain-lain.
B. TIMBULNYA KEPEMIMPINAN
` Terdapat beberapa pemikiran yang
menjelaskan timbulnya sifat kepemimpinan dari seseorang, yaitu
berdasarkan sudut pandang Pemikiran “hereditary (turun temurun)”, dan pemikiran “physical characteristic theory (teori ciri fisik)”. berikut adalah penjelasan dari kedua sudut pandang tersebut :
1. Pemikiran “hereditary (turun temurun)”
The hereditary approach
states that leaders are born and not made – that leaders do not acquire
the ability to lead, but inherit it (pendekatan turun temurun
menyatakan bahwa pemimpin dilahirkan, bukan dibuat-bahwa pemimpin tidak
dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin, tetapi mewarisinya). Untuk
menjamin kelanjutan kepemimpinan dalam garis keturunan maka dilakukan
perkawinan antar anggota yang dekat. Dengan jalan ini maka kekuasaan dan
kesejahyteraan dapat dilangsungkan kepada generasi pemimpin berikutnya
yang termasuk dalam garis keturunan keluarga yang saat itu berkuasa.
2. Pemikiran “physical characteristic theory (teori ciri fisik)”.
Teori ini dikemukakan oleh W.H. Sheldon yang bekerjasama dengan S.S.Steven yang kemudian menerbitkan buku berjudul “the varieties of human phisique”.
Dikemukakan bahwa terdapat 76 tipe struktur badan yang berhubungan
dengan perbedaan temperamen dan kepribadian. Kemudian muncul pendapat
bahwa pemimpin dapat diciptakan melalui latihan. Dengan dimikian, setiap
orang dapat dilatih menjadi pemimpin atau dengan oerkataan lain setiap
orang berpotensi untuk menjadi pemimpin.
Kartono dalam Sulistiyani (2008: 52-55)
menyebutkan bahwa terdapat 3 teori mengenai lahirnya pemimpin yaitu
hereditary teori, social teori, situasional teori. Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing teori tersebut :
Keturunan merupakan pandangan yang
membenarkan bahwa pemimpin itu dilahirkan, berasal dari kalangan
tertentu, dan telah membawa sifat-sifat pemimpin sejak lahir.
Social teori
Bahwa seorang pemimpin menjadi pemimpin
melalui pembentukan dengan proses tertentu, seperti pendidikan formal,
pendidikan non formal yang dapat membantu seseorang membentuk kemampuan
sebagai pemimpin. Pendidikan berkisar pada proses menuju pribadi yang
matang (nature). Untuk itu bagi pendidikan yang mengantarkan
pada pembentukan pemimpin hendaknya dilakukan bukan sekedar transfer
pengetahuan, namun juga transfer nilai (value). Dengan demikian
pendidikan menghasilkan penguasaan ilmu pengetahuan disertai dengan
kematangan diri, ditandai oleh penerapan nilai-nilai yang baik dalam
sistem tata laku.
Situasional teori
Bahwa munculnya seorang pemimpin
diilhami oleh kondisi tertentu. Suatu situasi tertentu memungkinkan
seseorang muncul sebagai tokoh yang mampu mengkoordinir pengikut.
Pemimpin dmikian muncul karena driving force yang bersifat
sitausional. Biasanya pemimpin ini sangat kondisional dengan keadaan
yang dihadapi, artinya tokoh yang muncul sebagai pemimpin disesuaikan
dengan tuntutan kebutuhan situasi pada waktu itu. Sehingga pemimpin yang
muncul menurut teori ini adalah kebetulan kemampuan memimpin yang
dipertemukan dengan kondisi yang membutuhakan kecakapan dan keahlian
yang dimiliki. Namun pada hakikatnya tokoh yang muncul sebagai pemimpin
dalam situasi tersebut memang memiliki kemampuan untuk memimpin.
C. SIFAT-SIFAT YANG SEHARUSNYA ADA PADA PEMIMPIN.
Sutarto (1989) merangkum pendapat dari
beberapa tokoh mengenai sifat-sifat yang seharusnya ada pada pemimpin,
dengan kesimpulan sebagai berikut :
- Taqwa 16. Berjiwa matang
- Sehat 17. Bertindak adil
- Cakap 18. Berkemauan keras
- Jujur 19. Berdaya cipta asli
- Tegas 20. Berwawasan situasi
- Setia 21. Berpengharapan baik
- Cerdik 22. Mampu berkomunikasi.
- Berani 23. Berdaya tanggap tajam
- Berilmu 24. Mampu menyusun rencana
10. Efisien 25. Mampu membuat keputusan
11. Disiplin 26. Mampu melakukan kontrol
12. Manusiawi 27. Bermotivasi kerja sehat
13. Bijaksana 28. Memiliki rasa tanggung jawab
14. Bersemangat 29. Satunya kata dengan perbuatan
15. Percaya diri 30. Mendahulukan kepentingan orang lain.
Dalam kehidupan organisasi dijumpai
adanyaorang yang memiliki kharisma yang dapat menyebabkan orang lain
taat mengikuti segala yang dikehendaki tanpa dapat menerangkan apa yang
sesungguhnya menjadi dasar taat tadi. J. Carroll dan Henry L. Tosi dalam
Sutarto (1989:59) menjelaskan bahwa kharismatik : memiliki kesetiaan
dan tanggung jawab dari pengikutnya, bukan karena mereka memiliki
kemahiran khusus atau ada pada kedudukan khusus, tetapi karena
pengikutnya menanggapinya sebagai individu. Seperti dasar kemahiran dan
keahlian, dasar daya ini unik bagi individu dan situasi. Pengaruh
kharismatik tidak dapat dipindahkan ke orang lain.
Situasi yang dihadapi organisasi yang
satu berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh organisasi yang lain. Hal
ini terjadi tidak hanya terhadap organisasi yang berbeda bidang
kegiatannya melainkan terjadi pula terhadap organisasi sejenis.
Organisasi yang sejenis dapat menghadapi situasi yang berbeda sehingga
diperlukan sifat-sifat pemimpin yang berbeda pula. Situasi berubah
sesuai dengan perkembangan lingkungan sehingga menuntut pula sifat-sifat
pemimpin yang berubah. Sehingga tidak mungkin semua sifat di atas
berlaku untuk pemimpin dalam segala organisasi dan segala situasi. A.F.
Stoner dalam Sutarto (1989:60) menjelaskan : “no one trait was common to all effective leaders; no one style was most effective in all situation”.
(tidak ada satu sifat umum pun untuk semua pemimpin yang efektif; tidak
ada satu gaya yang sangat efektif dalam segala situasi).
Tentang sifat-sifat pemimpin yang tidak
efektif, L. Sank dalam Sutarto (1989:62) menjelaskan bahwa sifat-sifat
yang sebagian besar sering dicirikan kepada pemimpin yang tidak efektif
adalah tidak tegas, komunikator yang buruk, memakai proses pembuatan
keputusan yang jelek, tidak memiliki kemampuan kepemimpinan, tidak
komunikatif, berpusat padadiri sendiri, tidak agresif, dan bukan menjadi
delegator).
Sharma dalam Sutarto (1989:62-63)
menjelaskan bahwa pemimpin yang tidak efektif adalah pemimpin yang tidak
mampu menilai ide bawahan, hubungan kerja kemanusiaan yang buruk,
memperlihatkan emosi yang tidak matang, dan kemahiran berkomunikasi yang
buruk telah dipandang sebagai penyimpangan fungsi kepemimpinan yang
efektif.
Ronald Lippitt dan Ralph K. White dalam
Sutarto (1989:72) menjelaskan bahwa terdapat 3 gaya kepemimpinan yaitu
otoriter, demokratis, dan liberal. Berikut akan diulas satu per satu
dari gaya kepemimpinan tersebut.
D.1 gaya kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan gaya
otoriter, otokratis, atau diktator adalah kemapuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan diputuskan
oleh pimpinan semata-mata.
Kepemimpinan gaya otoriter memiliki ciri :
- Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan
- Keputusan dan kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
- Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para bawahannyadilakukan secara ketat
- Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan
- Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan, atau pendapat
- Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secar instruktif
- Lebih banyak kritik daripada pujian
- Pimpinan menurut kesetiaan mutlak tanpa syarat
- Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
- Kasar dalam bertindak
- Kaku dalam bersikap
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
Penerapan gayakepemimpinan otoriter
memiliki keuntungan antara lain berupa kecepatan serta ketegasan dalam
pembuatan keputusan dan bertindak sehingga untuk sementara mungkin
produktivitas dapat naik. Kerugian dari penerapan gaya kepemimpinan ini
adalah berupa suasana kaku, tegang, mencekam, menakutkan sehingga
berakibat lebih lanjut timbulnya ketidakpuasan. Agarwal dalam Sutarto
(1989:75) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan otoriter mengakibatkan
kerusakan moral, meniadakan inisiatif, menimbulkan permusuhan,
agresivitas, keluhan, absen, pindah dan tidak puas. Kepemimpinan gaya
otoriter hanya dapat diterapkan dalam organisasi yang sedang menghadapi
keadaan darurat karena sendi-sendi kelangsungan hidup organisasi
terancam, apabila keadaan darurat telah selesai maka gaya kepemimpinan
ini harus ditinggalkan.
D.2. Gaya kepemimpinan demokratis
Kepemimpinan gaya
demokratis adlaah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan
dan bawahan.
Kepemimpinan gaya demokratis memiliki ciri :
- Wewenang pimpinan tidak mutlak
- Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
- Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
- Kebijaksanaan dibuat antara pimpinan dan bawaha
- Komunikasi langsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawaham maupun antar sesama bawahan
- Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar
- Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawaham
- Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan, atau pendapat
- Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada instruktif
- Pujian dan kritik seimbang
- Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas kemampuan masing-masing
- Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan secara wajar
- Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
- Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati, dan saling menghargai
- Tanggungjawab keberhasilann organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan.
Penerapan gaya kepemimpinan demokratis
mendatangkan keuntungan berupa keputusan serta tindakan yang lebih
objektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki, serta terbinanya moral yang
tinggi. Sedangkan kelemahan dari saya kepemimpinan ini adalah keputusan
serta tindakan kadang-kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang,
keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.
D.3. Gaya kepemimpinan liberal
Gaya kepemimpinan
liberal adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai
kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Kepemimpinan gaya liberal memiliki ciri :
- Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
- Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
- Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
- Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahanny
- Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan yang dilakukan bawahan
- Prakarsa selalu datang dari bawahan
- Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
- Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
- Kepentingan pribadi lebih utama dari pada kepentingan kelompok
- Tanggungjawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang.
Penerapan pemimpin gaya liberal dapat
mendatangkan keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat
mengembangkan kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa
kerugian bagi organisasi antara lain berupa kekacauan karena tiap
pejabat bekerja menurut selra masing-masing.
REFERENSI
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2008. Kepemimpinan Profesional : Pendekatan Leadership Games. Yogyakarta : Gava Media
Sutarto. 1989. Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi. [Yogyakarta] : Gadjah Mada University Press.
http://kartika-s-n-fisip08.web.unair.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar